Matahari yang Redup


Pola-pola yang rumit adalah makanan pokok dari seorang ilmuwan -- kalau bisa digeneralisasi. Memang, dunia dan segala isinya adalah abstraksi. Cuma kulitnya saja. Ada sebuah rahasia tersembunyi, entah sebentuk informasi, yang dapat digunakan untuk meramalkan 'masa depan'.

Saya pernah dapat suatu definisi dari 'intelegensi' tetapi dari sudut pandang yang lain. Kalau tidak salah, dari Enrico Fermi -- seorang fisikawan Italia yang berkutat di bidang nuklir. Namanya juga diabadikan dalam suatu paradoks terkenal tentang kehidupan luar angkasa dan anomalinya, yang disebut Paradoks Fermi. Dalam paradoks tersebut -- walaupun sebenarnya bukan tentang intelegensi --  sejenak Fermi menjelaskan dalam taraf apa suatu kehidupan dapat didefinisikan memiliki 'intelegensi' yang tinggi. Secara sederhana, pertanyaannya begini: "Sebagus apa mereka dapat meramalkan masa depan?". Oke, jelas, jawabannya sama sekali tidak memiliki kaitan dengan tukang ramal atau 'orang pintar' dan sebagainya, Tapi kalau dianalogikan dengan manusia, manusia sudah memiliki 'intelegensi' yang cukup membanggakan.

Bagaimana buktinya?

Begini, kalau dalam bidang astrofisika, manusia sudah dapat memprediksi (mari kita ganti kata 'meramalkan') bahwa matahari akan kehabisan energinya pada beberapa miliar tahun lagi. Kalau dalam bidang biologi, manusia juga tahu bahwa pemakaian antibiotik secara terus menerus akan menghasilkan populasi bakteri resisten di masa depan. Atau sederhananya, para ekonom dan ahli-ahli finansial sudah tahu ke arah mana pertumbuhan ekonomi suatu negara bahkan secara global.

Hebat, bukan?

Tapi yang menjadi masalah adalah seperti ini kawan. Secara kolektif, kita dapat meramalkan sangat jauh ke depan. Apa yang akan terjadi, apa implikasi dari perbuatan yang kita lakukan sekarang, dan sebagainya. Namun, dalam tingkatan personal dan sosial dengan lingkup yang lebih kecil, rasa-rasanya manusia masih kesulitan untuk memprediksi apa implikasi yang terjadi kalau kita:

1. Berbicara suatu hal
2. Melakukan suatu hal
3. Berdiam diri saja, tidak mengambil keputusan.

Kalau dipikir-pikir, apakah kita sebenarnya tahu apa implikasi dari segala apa yang kita lakukan? Atau kita memilih tidak tahu? Atau bahkan, sebenarnya kita tahu, tetapi tidak mau bertindak/melakukan hal sebaliknya?

Mumayyiz adalah suatu keadaan di mana kita seharusnya sudah tahu mana yang benar, dan mana yang salah. Menurut Thomas Hobbes, moralitas dan segala tetek bengeknya ini selayaknya muncul dengan sendirinya, karena kita, secara hakikat adalah makhluk rasional.

Salah satu yang sering muncul ke permukaan akhir-akhir ini adalah efek Barnum yang tak terkontrol. Sebuah proses justifikasi bahwa pernyataan yang sebenarnya umum, tetapi dianggap secara khusus 'punya kita'. Contohnya dari tes personalia, horoskop, golongan darah, dan sebagainya. Dan yang lebih parah lagi adalah, bahwa justifikasi itu dijadikan pembatas bagi potensi diri kita -- sebagai tag khusus atau mahkota yang khusus disematkan untuk kita. Padahal, mereka tidak tahu apa-apa tentang kita. Diri kita-lah yang seharusnya mengetahui seluk beluk terdalam tentang personalia individu masing-masing. Mengapa harus mengambil acuan terlebih dahulu dari luar, baru kemudian 'menyesuaikan' dengan hasil atau pernyataan yang didapat?

Bila dikaitkan dengan definisi intelegensi di atas, apa yang akan terjadi? Oke, mungkin ada beberapa sikap positif yang dapat dijadikan sebagai placebo effect,untuk menunjang sifat-sifat baik yang kita harapkan. Tetapi, yang menjadi masalah terbesar adalah ketika hal tersebut dijadikan justifikasi atas sikap/karakter negatif yang kita miliki. Layaknya membangun tembok di sekeliling potensi kita, secara sengaja, yang seharusnya bisa terus dikembangkan ke arah positif.

Lalu, apa solusinya?

Pertama, nilailah secara objektif apapun informasi yang kita terima. Buang semua asumsi-asumsi awal, cerna, baru kemudian lakukan cek secara rasional. Kedua, amati pola-pola yang ada. Mungkin informasi yang terlihat untuk sekarang hanyalah fragmen-fragmen kecil dari sebuah desain besar yang sebenarnya belum dapat dipahami. Koneksikan, apakah terdapat hubungan satu sama lain, dan jangan tergesa-gesa mengambil kesimpulan.

Terakhir, coba ramalkan. Dari informasi ini, apakah hal yang akan aku lakukan selanjutnya merupakan langkah yang tepat. Apakah judgement/penarikan kesimpulan ini baik untuk aku ungkapkan kepada orang lain? Atau sebaiknya tidak? Konstruksikan kira-kira apa yang akan terjadi, layaknya seorang astrofisika yang dapat meramalkan bahwa 5 miliar tahun lagi, matahari akan mulai mati.

Paling tidak, hal tersebut masih sangat lama. Semoga, dengan semakin banyaknya ilmu yang kita dapat, kita semakin rendah hati dan bijaksana.


2016

Comments

Popular posts from this blog

Bunga-bunga rumput yang mekar pada tanah tandus

Hakikat Pendidikan yang Sebenarnya: Sebuah Opini

Surat-Surat yang Kularung