Posts

Showing posts from 2015

Segelintir

Image
....Let us go then, you and I, When the evening is spread out against the sky Like a patient etherized upon a table; Let us go, through certain half-deserted streets, The muttering retreats Of restless nights in one-night cheap hotels And sawdust restaurants with oyster-shells: Streets that follow like a tedious argument Of insidious intent To lead you to an overwhelming question... Oh, do not ask, "What is it?" Let us go and make our visit. The Love Song of J. Alfred Prufrock T. S. Eliot 

Sebuah Hadiah

Aku menyalakan lilin dan menangkupkan tangan ke sekeliling api, supaya angin tahun esok ikut menjaganya. Lihat, garis biru tersebut adalah pita terakhir yang disematkan waktu pada kali Ia berkunjung. Angin akan menunduk, dan menyanyikan gubahan tentang sepi dalam bahasa manusia. Hanya bagi orang-orang tertentu saja. Karena seakan, hilangnya matahari tidak dihiraukan sampai terdengar tangisan di ufuk timur. Itupun hanya sebagian saja. Mungkin jika puisi ini disampaikan kepadanya keping hati itu akan sulit untuk kembali seperti adanya 2015

Thoughts, bottled. #1

Image
Sarah Deremer, Digital, 2015 Pelajaran hari ini, "Personal judgement spreads itself like a serious viral infection. You'd be better have great immune system to protect you from it." Bukan karena ingin meng- highlight  suatu hal, suatu kasus atau kejadian apapun. Tetapi tak sedikit -- walau bisa dihitung jari -- mulut-mulut yang masih terlalu leluasanya untuk membicarakan orang lain, dalam konteks yang tidak baik, dalam intensi yang buruk, atau sekadar asal berbunyi (mungkin untuk memberi ombak dalam diskusi). Percayalah bahwa tentu tiap-tiap individu tidak ingin diperlakukan seperti demikian. Jagalah, dan tahan judgement  tersebut bagi dirimu sendiri. Lebih baik tutup mulut baik-baik daripada sekadar membuka untuk mengeluarkan yang buruk-buruk. Maaf, cuma sekadar mengingatkan, lebih terutama untuk diri sendiri. 2015

Rant

How difficult it is to control yourself? How to refrain for something better. It's like taming a dancing flame. How difficult it is to control yourself? How to hold unto your ideal and principles. It's like catching the winds when the air is still. But there is no easy road for the true travelers. Who wander in the mist of unknowns and forest of rejections. It is in the very heart of the true believer who can put those flame in a leash. The will to win the battle against your own wit and strength to overcome the great. 2015

Hati Hitam

Dari kejauhan, titik-titik kecil itu terbang. Tanyamu, mungkinkah cahaya melesat sebegitu cepatnya?  *** Karena kulihat cermin dalam jiwa itu dialog pagi itu berujung pada: kopi yang pahit sepotong roti yang kaku Aku melepas sandaran kepalamu dari kakiku. menatap nanar langit yang muram. dan jerit ayam berbahasa dalam kalimat rendah di kandangnya. Matahari patah saat kita saling enggan menatap dalam jam-jam yang berdetak, waktu yang rindu di pesisir yang ragu akan kedatangan kita. Wahana yang tak pernah dinaiki, kincir yang bergulir lemah hanya menjadi pertanda bahwa kalimat itu tak akan pernah bisa dipercaya. Mungkin ada saatnya ketika buram kaca akan bertahan. Ketika bunyi kereta yang bergerak menjadi pertanda bahwa hari itu akan segera usai. *** Dalam keramaian, sejenak waktu berjalan lambat. Seakan memberi kesempatan. 1 November 2015

Pilar

singkatlah cerita di mana pertemuan itu membawa kupu-kupu bersayap biru muda saat tangan menggenggam jemari sepi dan memetik langkah yang tercecer di belakang kita bukanlah hakikat kesalahan yang sebenarnya  malu untuk kutelisik, karena sesungguhnya penyebab ketidakhadiran kupu-kupu yang lain tak semata karena hujan gerimis petang itu saat kesadaran telah lemah, dan keinginan sebenarnya enggan untuk memeluk rintik hujan yang bertempias di bawah kaki-kaki sesal tetapi lukisan di mana kupu-kupu itu hinggap, tidaklah sesederhana diagram sebab dan akibat. karena alam semesta hanya bergerak ke arah  ketidakteraturan (dalam lengkung kemungkinan yang memaksa kita untuk mencari celah bertemu di penghujung ruang) 2015

Bunga yang Belum Mekar

kaki yang membawa pada persimpangan trotoar pastel dan orang yang berlalu-lalang saling pandang dalam mata yang menutup langit menguning sambil membawa bau tembaga dari utara dan bunga-bunga yang belum mekar. *** seperti tawa dalam gerak lambat kincir mainan yang berputar dan debu dari kusen jendela rumah kita hanya beberapa waktu saja yang kubutuhkan untuk membuka kunci yang kausimpan apakah dirimu yang dahulu lupa kubawa? 2015

Anatomi Sepi /4/

berteriaklah seperti tenunan kain yang terputus dan koyak oleh jarum yang menjahitnya. 2015

Kelahiran

karena kelahiran matahari sudah diduga oleh banyak orang aku tetap datang pada perayaan itu membawa seikat bunga hitam yang dulu ingin kuletakkan pada nisanmu tapi karena subuh itu pergi seperti kawanan merpati di hutan yang mendengar gelegar bedil di kejauhan gaun-gaun putih mulai menutupi matamu perlahan di sana, aku sadar bahwa tapak-tapak merah kabur dalam lembaran sejarah dan nama-nama akan segera dilupakan tapi apa daya, bahwa gelap ini masih menunggu pertanda petir yang membuka tabir genderang perang 2015

[JARKOM SITH SAINS 2014]

Image
"Maaf Pak Satpam, kami ngga' izin foto di sini." Mencari-cari analogi, itulah yang saya lakukan. Mungkin karena baru terasa sore ini, berhubung salah satu kakak tingkat memberi tahu saya lewat LINE bahwa ada kumpul salah satu jurusan esok hari. Di situ, saya baru sadar bahwa inilah titik di mana satu aspek dari keluarga yang saya rasakan telah berubah -- akan ada dua jarkom yang terpisah, masing-masing untuk tiap jurusan. Yang pada awalnya saya memiliki suatu shortcut khusus agar bisa langsung tersampaikan ke 121 anak, sekarang saya harus kembali memilah nama-nama yang akan saya jarkom. Yang dulunya saya tinggal memasang notes di grup yang entah tiap minggu selalu berubah namanya -- Donat Salman, GANYANG PSTH, H-1 UTS Kalkulus, Joshua Andrian  -- tapi sekarang dengan berat hati saya harus memberitahu PJ masing-masing jurusan. Ah ya... nama grup yang selalu berubah-ubah. Hal ini makin membuat saya sedih karena segalanya normal. Ya, dalam artian nama grup yang nor

A Reflection

Image
painting by solar-sisters Looking back, there is so much story to tell these days. I could never be fluent at expressing feeling, but I hope this little blog can contain some of these jumbled thoughts. Maybe some of you would feel this is so fucking sentimental, but that's who I am. I am very grateful. Somehow in the middle of the night I'm still trying to contemplate this life I am currently living right now into a poem, sketches, or even blog post like this; but it is so hard to capture this nebulous minds, -- or thoughts, you can say -- into something tangible that I used to do few years ago.  This leads to my conclusion that what I'm thinking right now is very, very abstract. I barely wrote poem every two weeks like when I was in high school, or even read books and novels, listened to Sara Bareilles and felt the same way, it is so different. I know something is happening inside there, but somehow my subconscious keep telling me that there is nothing to wor

Anatomi Sepi /3/

Sejenak, aku benamkan lima musim dingin dalam tulangku. 2015

Pohon

"pagi ini, aku bertanya kepada akar apa yang membuatmu kokoh menopang pohon-pohon?" Di sebuah mimpi yang rindang, sebuah cerita terurai. Aku melihatnya dalam gambar-gambar di sebuah tembok putih. Di sana warna kami bersandingan -- bercengkerama. Bersuara lantang, bermain jiwa. Mungkin mereka tak dapat melihatnya. Tapi bagi kami, itu ada. Selama degup ini membawa, aku berjanji tangan ini akan tetap terbuka. Mengajakmu untuk merasa semesta membawa gelisah bersama, saling membuka hati kita. Kebersamaan ini, kau rasakan bukan? Lama aku pandang dan warna itu terus ada. Karena kita keluarga. . 2015

Anatomi Sepi /2/

Di setiap menit yang mengurung, aku berbicara dalam napas. Mencoba mengait jejak-jejak yang kau beri malam itu. Tapi beritahu bahwa aku salah, bahwa aku tak pernah mengharap apapun dari jemari itu. 2015

Anatomi Sepi /1/

Dalam kesempatan itu, musik berbahasa -- tapi bukan untuk dirimu atau untuk siapapun. Aku kadang menyerah pada lagu yang tak bisa kita lagukan padahal bukan itu yang kau minta. 2015

Memorabilia

Pulanglah lewat jalan yang aku tanami tangkai-tangkai perdu -- dan lihat bahwa lampu-lampu itu tetap telanjang membawa pesan dari kupu-kupu di sini. Tapi dirimu akan cepat kembali, bukan? Karena langit ini sudah berselimut putih, dan cahaya kamar akan meredup tiba-tiba. Sampaikan salam pada penjaga pintu di depan pintu kaca, dan cium harumnya mawar dari pot bunga ungu itu. Kembalilah ke sini sebelum jam meleleh dan melagu, kenali angin yang menepuk bahumu. Niscaya kelabu dari mataku akan sampai dalam sebuah surat tak bernama, menutup waktu dalam pagutan diam, jatuh dalam rangka hangat yang 'kan mencium kening dari pualam napas yang memburu itu. 2015

Learning The Evolution of Philippine Arts: Why Not?

Image
So, after a few weeks living in Philippines, I decided to visit some museums downtown in Makati. The first museum that makes me really attracted to the arts of the Philippines was Ayala Museum. And I really love it. Sulit to the bone. Yeah!!! I went there with Karlie and Keisha, but I met Leo too inside. And we are really fascinated with Fernando Zobel's painting... Oh my god. It felt so unreal. His paintings have really distinct style from the other one on display, Cesar Legazpi. But I like both of them, though. And you know what, Cesar Legaspi was colorblind! Man, maybe that's why the color palette of his paintings feels.. weird. But that makes him really unique from others. Jucar XII by Fernando Zobel, stolen from the Internet. "Games for Three" by Cesar Legazpi stolen from the Internet, too. After my journey to Ayala Museum, I decided to do some research about Fernando Zobel, Juan Luna, and F.R. Hidalgo. Those are the great artists in my o

When Visiting Museum Does Not Sounds Boring (Again)

Image
Sneaking around the Sofitel just to see the sunset at Manila Bay. Okay, maybe the caption of the picture seemed to be a bullshit, but I must tell you guys, we really sneaked around Sofitel Philippine Plaza Manila, a 5-star hotel, with our casual-flipflop-backpack outfit and leave without being called by the authorities. That's only one of the exciting memories I'm currently having here as part of an AIESEC exchange program. But before I go further, I must write a blog about museums in Manila, so.. here it is. On the way to Roxas Blvd. On Monday, we went to the Metropolitan Museum of Manila. In the schedule.. it says that we must meet at Trinoma/SM North at 9 AM. But because we were so friggin' tired after climbed Mt. Maculot the day before, we made it at 1 PM. Nice.  Okay, so we (me, Karlie, Keisha, and Ajay) took the LRT at Roosevelt straight to the Quirino Station and walked around a little bit at Manila Zoo and Botanical Garden on the way (we