Merah

Merah pasrah di tangkai itu, sekuncup mawar dengan rona sewarna pipi bulatmu. Dan Durga masih berdansa di antara jantungku yang telanjang, karena telah berteriak sekencang-kencangnya, sampai lepas napas beratnya.

Merah tumpah di putih pisau itu, cipratan nanah dalam jurang cerita. Karena mengingatmu saja sudah membuatku berdarah -- terlalu lama sampai pucat jantungku. Seputih niat yang kau hunuskan dalam mulutku,   seperti dulu kau menerabas rusukku bagai cahaya.

Merah membarah di luka itu, gosong dan amis baunya. Karena lelap dengan hati yang luka benar tak tertahankan. Aku berdoa dalam diam yang hina. Dalam remang yang duka. Kau merahkan hatiku hingga membara sehebat-hebatnya. Dan kau cabut warna mataku sedingin-dinginnya, hingga hilang putih adanya. Lalu hanya merah yang tersisa, hanya darah yang ada.

Hingga hanya benci yang nelangsa, aku berdoa agar Tuhan mencabutnya.


2012

Comments

Popular posts from this blog

Bunga-bunga rumput yang mekar pada tanah tandus

Hakikat Pendidikan yang Sebenarnya: Sebuah Opini

Surat-Surat yang Kularung