Aku ingin bertanya kepadamu, apakah kita memang berada di luar bingkai kejadian? Apakah sebegitu jauh hati kita, untuk tertaut pada tanah yang ditumbuhi perdu? Karena kami ingin merasa luka yang dirasai olehmu, Palestina. Karena kami tahu bukan perihal sederhana untuk jatuh dan kembali bangun dan kembali pergi dari rumah yang kau bangun sendiri Oh, bunga-bunga rumput yang mekar di tanah yang tandus Sampaikan lagu kami untuk kubah yang megah di atas tebing! Untuk rubah yang berlari di padang-padang hening Pada suara-suara, air mata yang telah lama kering ____ Aku harap doa bukanlah hal terakhir yang dapat kami beri. 2017
Pendidikan adalah sebuah kata yang tidak pernah jauh melekat dengan hakikat manusia. Bila ditarik jauh sebelum manusia mengenal apa yang disebut literasi, cara mendidik manusia adalah hal penting untuk menjaga kelangsungan hidup serta survivabilitas. Sebagai contoh, manusia purbakala tidak akan bisa memastikan generasi selanjutnya untuk beradaptas i apabila tidak dididik untuk menghindari tanaman atau hewan yang beracun – atau bagaimana cara membangun tempat berlindung yang tahan lama dan jauh dari teritori binatang buas. Setelah manusia pun jauh berkembang dari spesies mana di muka bumi ini, metode dan cara mendidik yang tepat tetap menjadi sebuah polemik yang tak kunjung menemukan titik penyelesaian. Terlebih lagi, pada abad di mana ilmu dan informasi sudah tersedia di mana saja dan menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan dan kesuksesan, pertanyaan tentang kenapa pendidikan dibutuhkan sebagai investasi masa depan masih menjadi perdebatan yang berkepanjangan. Di luar segal
Suatu ketika, hujan bertemu tanah. Petang itu dingin dan bulan sudah terbit dari barat. Aku ingin pulang saja menembus deras air yang turun di kota ini. Tapi aku ingin tetap singgah dan membicarakan apapun selain tentang hal-hal yang biasa saja. Mungkin tentang benda-benda langit, mimpi-mimpi, atau warna pastel di senja yang terlalu sejenak singgah sore itu. Aku adalah keberanian yang ternyata menakutkan, aku tidak mampu berkata-kata. Langkah itu berubah menjadi suatu diam dalam ruang. Warna warna sejarah menutup mataku. Sementara gelagat angin datang seperti tamu yang tak diundang. Engkau mengetuk pintu yang membuka sedikit, dan hembusannya membuka terlalu lebar. Pernahkah kau merasa seperti ombak yang membentur karang? Aku sudah berkali-kali mengecup batu yang basah. Langit bersatu dengan samudera dalam jubah hitam. Ada cahaya mercusuar menunggu di sana. Tapi, aku mengarahkan kapalku ke arah sebaliknya. Ini adalah surat yang ingin kujadikan kapal kertas, berlalu dalam alir hujan
Comments
Post a Comment