Posts

Showing posts from 2012

LEVEL UP!

Di awal tahun nih, gua prediksi kalo di tahun 2012 bakal jadi year-of-tests gua. Dan ternyata it FUCKING happened, bro. Gua ngerasa banyak banget ujian yang berseliweran di kepala gua. Dari ujian LIA lah, remed, blablabla... Tapi yang paling gila adalah gua ngerasa ada di bawah roda kehidupan. Gua kegencet, mejret, minta tolong, sampe megap-megap kayak semut ketiban pantat babon. Well, it sucks. Sometimes literally. (Ketika gua sucked ke got depan sekolah bener-bener out-of-the-blue. Dan Faqih ngeliat. It really sux ) Yah, dan banyak kejadian lain lah. Tapi at least gua banyak belajar juga. Gua jadi tau makna kalo di kehidupan lo dikasi tes dulu, baru belajar. Dan kadang, lu bakal ngerasa, mana Tuhan gua? Mana Tuhan gua? Guru emang selalu diam saat ngasih ujian. That's fucking true, folks. Cuma bagaimana kita keluar aja dari ujian itu tanpa harus remed terus ngemis-ngemis ke guru biar dapet nilai KKM kayak lo pada ke Pak Irdam. Tapi selain dari ujian-ujian itu la

Senja Pastel

Seketika air hujan menghujam pucat, wajahmu pudar mengkilat. Ketika angin yang dibawa lagu Melissa Manchester dari radio tua kecil milikmu, hadiah ulangtahunmu baru-baru ini bersibantun bagai ombak laut di Parangtritis, mengingatkanmu saat pertemuan kita di teluk sempit itu, tepat pada pukul lima seperti sekarang, hujan ringan tapi cukum tajam untuk menembus topi dari kain bekas milikmu dengan bros bunga hyacinth yang sudah lemas harumnya. Kau tertawa seperti orang gila, tapi tidak lebih gila dari jantungku dulu saat memelukmu dalam deras hujan. Pelabuhan mini dengan banyak sekoci kuning tertambat jadi saksi bisu kalau satu ciuman singkat diantara rapatnya rintik gerimis dan tawa kecil dan dehem iseng dapat mengaburkan batas tipis antara realita dan mimpi yang tak logis. Aku dapat jatuh cinta kepadamu selama-lamanya, tetapi sayang, kita bukan karakter di novel Nicholas Sparks! Balasmu dengan tawa serenyah roti croissant. Tapi sekarang kau masih memandang mobil Volkswagen merah

Greetings!

Image
Halo bro! Akhirnya kesampean nulis greetings juga, hahaha. Bengep juga kan gua nulis galau-related-topic mulu di blog? Makanya mungkin itu juga jadi alasan kenapa gua ganti kanal curhat-out-of-context dari JUKSTAPOSISI  (yang isinya puisi mulu) ke sini ( ROLLINGCREDITS ) Yeaaay! *headbanging* Kenapa sih gua bikin blog baru? Ada beberapa alasan sih: SATU "THE ONLY CONSTANT THING IN LIFE IS CHANGE" Yeeeehahaha ngga berdasar banget ya alesannye? (Udah kayak akun twitter penggalauan yang isinya kayak curhatan macem mau bunuh diri). Sebenernya sih gara-gara dulu gua pengen ada blog laen, selain blog gua yang onoh (re: JUKSTAPOSISI) buat tempat gua nulis review film. Terinspirasi banget gua gara-gara blog ininih  , punya temen gua yang freak tingkat satujuta faktorial. Namanya Tinah. Keren ye blognya? Akhir-akhir ini dia udah jarang nge-post soalnya baru minggu kemaren dia inget lagi emailnya. Dodol. Tapi anyway, top lah. Itu tuh Tinah. Iya, yang itu. Yang

Selamat Hari Ibu

Ibu, mungkin puisi ini tak sekadar ba-bi-bu entah, karena aku sudah dewasa dan mengerti apa yang dinamakan 'menyesali'. Ibu, puisi ini tak lagi cerita lugu, aku tahu dulu-- masih, kecup keningmu yang membasahi dan tatapmu berkata "Aku selalu mencintai.." ....anak-anakku. Sempatkan aku, ibu, bila masih diberi waktu, untuk mengucap terimakasih kepadamu yang aku selalu takutkan takpernah cukup segenap rasaku untuk kucurahkan bersama selalu? Akutakut, ibu. Waktu itu takpernah sampai bersamaku. daster biru dan legam rambutmu cubitan gemasmu dulu akuingin itu menjadi proyeksi kenangan diatas samudera yang tak bertepi saat ku kecil, Bu. dibawah gemintang bintang langit malam tak bersudut siapatahu yang aku takutkan, terjadi dan engkau direnggut waktu. *** Ibu, mungkin puisi ini tak sekadar ba-bi-bu entah, karena aku sudah dewasa dan mengerti apa yang dinamakan 'mencintai'. Ibu, puisi ini tak lagi cer

Semarang

Aku akan semakin jauh dengan cinta sekolah rendah. Karena dulu aku hanya singgah di mata kalian, kemudian lenyap tanpa 'dadah'. Tak ada yang lebih menyakitkan dari ucapan cinta yang kita simpan sampai kau tidak tahu entah kapan air mata itu bisa kita tahan. Tepat saat jarum jam telah letih untuk menyampaikan, aku sadar terlalu banyak waktu yang sudah disia-siakan.

Merah

Merah pasrah di tangkai itu, sekuncup mawar dengan rona sewarna pipi bulatmu. Dan Durga masih berdansa di antara jantungku yang telanjang, karena telah berteriak sekencang-kencangnya, sampai lepas napas beratnya. Merah tumpah di putih pisau itu, cipratan nanah dalam jurang cerita. Karena mengingatmu saja sudah membuatku berdarah -- terlalu lama sampai pucat jantungku. Seputih niat yang kau hunuskan dalam mulutku,   seperti dulu kau menerabas rusukku bagai cahaya. Merah membarah di luka itu, gosong dan amis baunya. Karena lelap dengan hati yang luka benar tak tertahankan. Aku berdoa dalam diam yang hina. Dalam remang yang duka. Kau merahkan hatiku hingga membara sehebat-hebatnya. Dan kau cabut warna mataku sedingin-dinginnya, hingga hilang putih adanya. Lalu hanya merah yang tersisa, hanya darah yang ada. Hingga hanya benci yang nelangsa, aku berdoa agar Tuhan mencabutnya. 2012

Lahir

Dari kuncup yang seakan layu, biru ungu kehidupan itu menikam warna matamu hingga bisu cingur mulutmu. Aku tak mau melulu lahir dari rahim yang sama, kataku. Tapi kamu ingin terus menelusup ke dalam ruang pekat itu, liang bau di antara dua bibir gua yang kau tuju. Karena itu aku berbeda pendapat denganmu, aku tak ingin bubur saraf di basah dagingku mengirim impuls yang sama denganmu. Aku ingin menjadi luka merah merekah di lembut kulit putih sang ratu. Aku ingin menjadi salju di kuburan gurun sang waktu. Aku ingin menjadi kata yang berkhianat di kamus milik bahasamu. Entah, mengapa luka membara di kulit selalu ingin dibebat dengan cepat, menjadi malu bagi sang ratu. Dan salju yang memendam dingin di panas gurun, selalu dihimpit butir geram yang melelehkan kristal esku. Kata yang berkhianat, dibantai lema dan segera dihapus oleh waktu. Aku ingin tetap lahir seperti ini. Keluarkan aku dari rahimmu di tempat aku tak bisa bernapas dengan rabuku. Buang aku dari liang bau itu di jur

Destruksi

Perubahan itu datang tanpa mengetuk pintu. Ia mendobrak batas-batas diri saya. merasuki tiap jengkal jiwa dan hakikat raga milik saya. Entah, kita, manusia ingin menciptakan perubahan. Tetapi pada saat yang bersamaan ingin semuanya tetap sama. Apa yang saya rasakan dan alami satu bulan terakhir seperti sebuah titik balik dalam kehidupan saya. Saya, merasakan hasrat ingin sebuah perubahan. Tetapi, pada saat yang hampir bersamaan, saya enggan meninggalkan bagian dari diri saya yang diubah itu. Hal seperti itu menciptakan semacam turbulensi dalam kerja komponen-komponen 'manusia' milik saya. Dimana keengganan yang saya rasakan di atas, seperti mengacaukan segala hal, bahkan sampai kepada elemen yang berada di luar kendali saya. Sepertinya kemampuan saya untuk mengendalikan chaos di dalam diri saya, terlalu rendah. Saya seharusnya bisa menahan agar chaos  itu tidak sampai merebak ke pori-pori tubuh saya, dan kemudian merembes keluar sehingga saya tidak bisa mengendalik