Rosa


Pada malam ke-sepuluh, lilin menyala di ruang itu.
Sunyi terperam di meja makan.
Gelap berpendar di piring-piring

Kolase rosa menjelma puzzle sederhana.
Hening menggumpal dalam mulutmu, Lalita.
"Bicaralah."

Hujan berteriak di luar jendela.
Katamu, diamlah. Pagi akan mencicit.

Matamu dan matanya berduel.
Mereka berpandangan, saling mencari lubang tembus.

Akhirnya kau menemukan celah yang bagus.
Kau menyusun petal merah itu
dan menjelma lukisan darah seharum rosa.
"Diamlah." Kata lanskap merah di meja itu.

Kau tak sadar setelah menyusun serpihan derita itu,
matamu juga tersusun sedemikian merahnya juga.

Kau bertanya,
"Mawar siapa itu?"

Lilin berbisik.
"Mawarnya."

Darah itu tertawa sekeras-kerasnya.

2013

Comments

Popular posts from this blog

Bunga-bunga rumput yang mekar pada tanah tandus

Hakikat Pendidikan yang Sebenarnya: Sebuah Opini

Surat-Surat yang Kularung