Posts

Showing posts from April, 2013

Merah

14 April 2013, Curug Bintang-bintang menikam wajah kami. Dalam sunyi yang memeluk indera-indera, malam patah menjadi serpihan tulang putih. Waspada adalah bayonet yang kami genggam-- kami menebas-nebas langit pucat susu. Ketika roda waktu berjalan, tangan kami terhimpit remuk. Tenda-tenda rubuh, rata seperti rambut yang rebah. Ketika lebah kuning-hitam menyapa lewat adzan subuh, kami menghela napas untuk pertama kali. Kami sadar alam sudah.... ah, sudahlah. Batin kami menenangkan diri. 2013

Hitam

15 April 2013, Curug Setelah pendakian terakhir ini, aku berjanji akan melihat mata langit. *** Tapi kita menunduk dengan mata tertutup. Licin adalah lidah yang keluar dari mulut-mulut kami -- di langit-langit terowongan petir, gerimis berdansa sambil bernyanyi. Mata kami memutih bagai susu termurni. Dan bulan-bulan berdesis memanggil, memanggul badan yang sakit. Sungguh jurang adalah tempat yang ingin kami temui. --dalam mimpi-mimpi Mimpi yang tersumbat di ujung mata yang awas, tangan yang mencengkeram pisau-pisau. Pisau kuning berbekas darah sapi, siap menikam jantung sanca putih. Ular-ular yang melilit kaki kami, biarkan kami sekali mendaki. 2013

Soneta ke XVII

Image
oleh Pablo Neruda Aku tidak mencintaimu seperti jika kau berupa mawar -- atau ratnacempaka atau panah-panah mekar yang api letuskan. Aku mencintaimu seperti satu zat gelap yang patut dicinta di dalam rahasia-rahasia, di antara jiwa dan bayangan. Aku mencintaimu seperti tanaman yang tak mekar tetapi membungkus cahaya dari bunga tersembunyi: wujud cita dari cintamu serupa harum yang kekar tumbuh dari tanah, hidup dalam gelap tubuh ini Aku mencintaimu tanpa mengetahui bagaimana, atau kapan, atau darimana. Aku mencintaimu terang-terangan. Tanpa kerumitan atau kesombongan. Maka aku mencintaimu karena aku mengerti tak ada jalan lain, Sayang. daripada ini: saat aku tiada, begitu juga kau begitu dekat hingga tanganmu di atas dadaku adalah tanganku begitu dekat hingga matamu menutup saat aku jatuh tertidur. Soneto XVII o te amo como si fueras rosa de sal, topacio o flecha de claveles que propagan el fuego: te amo como se aman ciertas cosas

Rosa

Pada malam ke-sepuluh, lilin menyala di ruang itu. Sunyi terperam di meja makan. Gelap berpendar di piring-piring Kolase rosa menjelma  puzzle  sederhana. Hening menggumpal dalam mulutmu, Lalita. "Bicaralah." Hujan berteriak di luar jendela. Katamu, diamlah. Pagi akan mencicit. Matamu dan matanya berduel. Mereka berpandangan, saling mencari lubang tembus. Akhirnya kau menemukan celah yang bagus. Kau menyusun petal merah itu dan menjelma lukisan darah seharum rosa. "Diamlah." Kata lanskap merah di meja itu. Kau tak sadar setelah menyusun serpihan derita itu, matamu juga tersusun sedemikian merahnya juga. Kau bertanya, "Mawar siapa itu?" Lilin berbisik. "Mawar nya. " Darah itu tertawa sekeras-kerasnya. 2013

Kotak Suara

Dalam menit yang menggantung, cahaya membiru dan luka. Kita masih terlalu berpantun pada seloka yang bercahaya, atau ketika bunyi dering masih menyisakan lubang berbahaya, dan huruf-huruf tak bermaknalah yang saling kita tukar. Di bunyi yang kesekian ratus ribu kita hafalkan, napas yang kita lepas, serta belukar pertanyaan yang kita cabut akarnya, jurang bernama suara itu menggema sekali lagi, menggempakan membran timpani di suatu lanskap di jingga itu. Karena tiap desah, desau yang kita adukan ke gagang telepon adalah awan kosong yang segera pecah ketika tertiup bisikan. Mungkin kau akan berkata, "Ini akan kita selesaikan." Tapi tiap keengganan berkali lipat logaritma tiap detiknya, dan betapa degup lemah, atau getar kabel yang menandakan sepersekian detik harapan, adalah satu kristal air mata yang dulu hendak kita bekukan. Dan dalam gelas-gelas tinggi berdebu itu, suara kita terpantul-pantul di pinggirnya. Menunggu untuk dijinakkan. 2013

Pesta Teh Sembunyi-Sembunyi

Kita masih risau apakah teh cinnamon dalam tungku batu dalam putihnya pagi Minggu serta hening yang menggelitar tiba-tiba semanis dan seharum biasanya atau ketika  di depan kaki yang saling bertemu di depan pintu berdaun kayu ada cangkir adalah benar air matamu yang matang, kalau karena derum rendah gumam dari tempat tidurmu berupa gerimis bisu yang tak tertangkap *** dalam pagi yang nanar itu embun dengan mataku masih berpeluk ' 2013