Posts

Showing posts from January, 2013

Ruang Yang Lain

Image
pelangi melengkungkan tandatanya di langit gerimis, meniupkan angin  dingin dalam getas ruang ini  begitukah seharusnya, hati? apakah tanya itu masih  menggantung seperti not lagu yang tak selesai di sudut tergelap, dinding  yang tak pernah tersentuh matahari? mungkin saat itu aku sadar maka sebelum ini aku tak sadar kamulah satu-satunya  matahari kemana kau pergi bila ruang ini sepi siapa yang akan memasang  tujuh warna pelangi pada mataku nanti bila ada 'nanti' aku pikir tidak, kasih. aku pikir tidak. akan. ruang ini akan kembali penuh terisi, karena kau akan tetap disini, bukan? tidak ada tempat lain untuk kita lagi. 2013

Menerjemahkan

Ada baris kalimat pada serpih lirih hujan yang jatuh lambat ke jauh lubukmu dimana kata tersimpan tidak dalam bentuk buku tetapi seuntai isyarat dialihbahasakan waktu 2013

Pesta Lampu

Image
apakah cahaya itu dapat menerabas genggam jemarimu? apakah kerlip redup sempat menebas jantung hatimu? ruang yang kosong remang itu pesta lampu itu seakan lampau di matamu saat pandangmu jauh lurus takkan mampu terang dirimu saat denting jiwamu jatuh kurus tapi kau tetap sambangi pesta lampu itu saat nada dari mulutku sudah tak merdu lampion, pendar lampu, burung kertas di ruang mana lagi yang kau tuju? sabtu malam, kita takkan ada disana hanya genggam tangan yang ada, sayang. tapi lihat garis wajah kita lihat garis fana senyum kita 2013

Pesta Topeng

Image
bukalah; kasih padahal sudah sengaja kita saling bermain dan bernyanyi nyaring di balik gemerincing 2013

Piano

Image
Denting not bilah hitam rusukmu menggema menggantung. Tidak. Jangan hentikan. Hujan menggenang. Dalam bayangan. Gelap mahoni itu di samping jendela lebar. Teruskan dan mainkan tubuhmu hingga kejang menggelitar. Sampai jantungmu rusak membengkok irama senar. Atau usap tangismu yang meleleh di samping partitur. Mereka menjelma birama yang teratur. Atau isakmu. Empat per empat. Pelankan sampai pembuluhmu kosong kehausan. Berikan kesedihanmu pada tubuh legam milikmu. Mainkan hatimu hingga habis nadanya. Habis. Habis. Sampai lagu itu selesai selamanya. Sampai dirimu lebur seutuhnya.  Hingga hujan membantai C-Sharp Minor pada dadamu. Mendengkingkan jerit yang jauh bagai gemuruh. Melagukan rabu yang merdu. Jarimu terlampau lihai untuk menekan-nekan igaku. Karena rintih yang pedih meluap bagai dadih. Menarilah, kasih. Menarilah di atas dadaku. Mainkan lagu terbaikmu, gubahan airmataku. 2013

Pesan Singkat

Aku menjawab pesan singkat dari Freya. Tidak, bukan itu, Frei. Ia belum mengerti maksudku. Aku forward pesan singkat itu dengan menambah penjelasan ini-itu. Jam di layar telepon genggamku menunjukkan pukul 23.52. Ah! Ia masih belum mengerti juga. Aduh, bagaimana ini? Aku memutar otak dengan cepat. Tak terasa aku bangun dari kursi meja belajarku dan mulai mondar-mandir di samping kasur. Setelah yang satu ini, Freya harus mengerti. Batinku. Tidak ada waktu lagi, Tidak akan ada hari esok bagi momen ini. Ding! Satu pesan muncul di layar telepon genggamku. Tolol! Ternyata dari provider  bangsat. Aku memutar-mutar telepon genggamku, panik karena jemariku sudah mulai basah oleh keringat dingin. Ayolah, Freya. Masa segini mudah kamu belum juga ngerti? Beberapa detik kemudian serasa seabad lamanya. Aku menunggu, menatap ke layar telepon genggam. "Na, sumpah aku belum ngerti." Fuck ! Paket gratis SMSku sudah habis, woy! 2013

Dalam Rupa dan Warna (Hitam)

Image
Hitam, perlu penjelasan yang agak rinci: Hitam adalah biji matamu saat tahu simfoni itu menanda nyawa yang putus. Atau tas ungu yang kau bawa sebelum resletingnya terbuka; buku. pulpen, payung jingga, dompet, terburai ke jalan. Jubah seseorang yang pandangi belakang rambutmu yang kecokelatan; sebelum kau tinggal menyeberang. Warna langit yang memaksa ototmu tertarik ke belakang. Jejak gelap di bawah ban besar itu karena dipaksa berhenti di waktu yang tidak seharusnya. Dan payung yang di bawa sahabatmu saat melihat kau dipagut oleh tanah basah. Terakhir? Pandanganmu saat cahaya sudah selamanya dimatikan. 2013

Jalan

Image
Betapa singkat jarak Pondok Bambu-Panarukan yang kita singgahi di perjalanan mimpi. Padahal tiap embun di jendela bus kala melewati kumandang adzan subuh di Probolinggo atau ratusan plang kuning Pringsewu bagai keping yang dapat mengisi celah sekosong apapun di hatimu kini. Serta saat kita bertolak dari Ketapang dan bersauh di Gilimanuk, perasan hujan yang mengguyur buritan Satria Nusantara tetap tak berkutik walau tempiasnya menyinggung senyum saat berpose di atas Selat Bali. Hah, betapa indahnya kilau redup Suramadu di kejauhan, meski agak baur karena kepulan asap hangat Popmie yang kuseduh untuk sekadar menghangatkan tangan. Malam, tapi aku tak mau sebut saat ini malam! Kelok jalan Gilimanuk-Negara dalam gelita di bawah rindang pohon yang menyerupai terowongan membayangi mataku yang sudah satu-setengah-watt menyala. Dalam bisik lelapku, aku berharap perjalanan ini adalah sebuah kenyataan yang terlalu magis. Perjalanan ini nyata. Kenangan kami juga nyata. Entah, angg

Bromo, Bali, Jogja II

Image
Brahma, Sang Dewa Pemelihara Pura Tanah Lot yang serupa tanjung menghadap ke Selat Bali. Seorang pengunjung yang begitu gembira melihat keindahan Tanah Lot. Karang yang berdiri dengan kokoh menahan laju pasang. Buih air di tepi Tanah Lot. Tanah Lot bagai surga di kaki langit. Pasang yang datang ke tepian Tanah Lot. Celah pada karang akibat terus-menerus dihantam air.

Bromo, Bali, Jogja

Image
Diambil di tepi tebing Tanah Lot. Sayang, lautnya lagi pasang. Salah satu spot tersembunyi di utara Tanah Lot. Debur ombak pasang yang menghantam Tanah Lot di kejauhan. Megahnya Gunung Batok. Hantaman ombak pada muka karang Tanah Lot. Turis yang sedang berjalan di dataran yang terkena pasang. Uap panas di kawasan Gunung Bromo. Candi Prambanan; Vishnu dan Shiva

PETASAN

Image
"Ledakkan rindumu sampai membelah angkasa." "Sayang, sumbunya sudah basah.... airmata siapa?"