Festival Makan Trolls

Nah.
Minggu kemarin, saya mencoba menonton Trolls, sebuah film animasi-musikal yang cukup sederhana. Dikisahkan, Trolls merupakan makhluk mungil yang selalu bahagia. Seluruh waktunya dihabiskan untuk bercanda-ria, bernyanyi, berdansa, bahkan berpelukan. Lain hal dengan Bergens, yakni makhluk yang jauh lebih besar dari Trolls, tetapi mempunyai sifat yang sangat berkebalikan. Bergens selalu bersungut-sungut, murung, dan cenderung pemarah.

Suatu saat Bergens menemukan sarang Trolls, dan tidak sengaja memakan makhluk-makhluk berbahagia itu. Seketika, Bergens merasa bahagia untuk pertama kalinya. Dalam sekali setahun, Bergens merayakan Trollstice -- yakni festival memakan Trolls. Bergens menjadi 'kecanduan' akan Trolls, dan menganggap satu-satunya sumber kebahagiaan adalah Trolls itu sendiri.

Apa yang terjadi?
_____


Salah satu kebutuhan mendasar yang sebenarnya men-drive manusia di segala aktivitas adalah kebutuhan akan gratifikasi emosional. Kebutuhan ini tersembunyi dibalik lipatan-lipatan kebutuhan lain yang cukup kentara terlihat. Sekarang bayangkan suatu hal: kebahagiaan bisa dibuat secara instan. Kita bisa mendapatkan hal tersebut dengan sangat mudah, tinggal petik, tinggal ambil. Siapa yang tidak mau bahagia?

Adanya media sosial yang kian menjamur membuat gratifikasi macam ini menjadi begitu kentara. Tidak usah menunggu lama atau apa, kadang dengan sesimpel mengepost sesuatu di linimasa/feed dan menunggu jumlah like/share/love dan semacamnya cukup untuk membuat 'kebutuhan' ini terpuaskan. Atau dengan melihat video favorit kita di Youtube. Bisa juga dengan post-post yang telah diatur kemunculannya dalam media sosial kita, agar waktu attachment kita terhadap media terkait semakin dimaksimalkan.

Hal ini dimanfaatkan oleh situs-situs media sosial dengan traffic yang sangat ramai untuk semakin mendongkrak popularitasnya. Kemunculan feed atau post yang berada di timeline akhirnya diatur dengan suatu algoritma yang cenderung memilih objek yang sering berinteraksi oleh pengguna -- misal lewat jumlah klik melihat profil, durasi melihat post, jumlah comment antar pengguna, dan banyak lagi. Media tersebut percaya bahwa interaksi yang banyak tersebut bisa dikaitkan dengan interest, atau minat yang spesifik. Dengan begitu, program akan mengurutkan minat kita dari tertinggi ke terendah, kemudian berusaha agar minat-minat kita yang 'tertinggi' untuk selalu dimunculkan dibandingkan dengan yang rendah.

Tetapi apa implikasinya?

Seperti Bergens, sekarang netizen semakin mendambakan fast happiness tersebut. Tidak perlu buang energi yang berlebih -- hanya tinggal scroll sana-sini, klik, sentuh -- lonjakan dopamin dalam tubuh sudah dapat dimunculkan. Otak kemudian mulai mengasosiasikan media sosial tersebut gratifikasi yang instan, sehingga kecenderungan kita untuk kembali sekadar 'mengecek' menjadi lebih tinggi.

Hal ini baik atau buruk?

Sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Manusia memang mempunyai sifat dasar untuk terus memenuhi kebutuhannya. Sebuah insentif, sebuah timbal-balik. Seperti ekonomi dasar, hal ini lah yang dimanfaatkan oleh raksasa media sosial tadi -- bagaimana suatu bisnis atau badan usaha menjawab kebutuhan pasar. Bedanya, mereka menjawab kebutuhan yang sebenarnya tidak terlihat, tetapi sangat fundamental. Kebutuhan inilah yang men-drive kebanyakan aksi atau tindakan manusia.

We need our wish to be fulfilled. Sesederhana itu. Sesederhana itu perusahaan-perusahaan tersebut menggerakkan kita untuk tetap membuka apps-nya.

Hal ini bisa diaplikasikan ke mana saja, termasuk dalam hal memimpin, menggerakkan massa, dan sebagainya. Target yang ingin digerakkan, sebenarnya butuh apa? Inilah pertanyaan sederhana yang mempunyai ribuan jawaban, tetapi kadangkala hanya satu jawaban yang tepat. Bagaimana mencari kebutuhan yang benar-benar butuh. Dan tidak hanya untuk orang lain, hal ini juga berlaku untuk kita. Apakah kita sebenarnya sudah tahu apa hal yang benar-benar kita butuhkan? Apa sebenarnya harapan kita? Apa alasannya?

Fenomena-fenomena yang terjadi di dunia ini juga tidak jauh-jauh -- pasti kembali pada hal sesederhana ini. Apa insentif yang didapat, sehingga menjadi motif seseorang melakukan sesuatu?

______

Akhirnya, Bergens tersebut berupaya selama 20 tahun untuk mencari Trolls yang tiba-tiba hilang pada perayaan Trollstice. Sampai pada suatu saat, tercetus sebuah pertanyaan;

"Bukankah aku baru bisa bahagia bila memakan Trolls?"

Sumber kebahagiaan bisa dari mana saja, kawan. Dimulai dari rasa syukur. Sesederhana itu.



2017

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bunga-bunga rumput yang mekar pada tanah tandus

Hakikat Pendidikan yang Sebenarnya: Sebuah Opini

Surat-Surat yang Kularung