Eridanus

Angkasa tetap diam saat aku berkisah tentang satu bintang yang kabur membawa cahaya.

Aku duduk sejenak dan mengusap airmatanya; eridanus,
dan meyakinkan diri bahwa Phaethon terbakar bukan
karena keegoisannya.

Saat lingkar api menyentuh wajah sang kekasih,
awan-awan bergerak menghindar -- itulah mengapa kau
tidak memberikan kendali kuda-kuda langit
kepada jiwa yang fana.

Seperti komet, keheningan itu jatuh mengikuti arah kubah;
tenggelam ke dalam sungai yang sekarang melintasi
angkasa.

dan menyeka airmata yang mengalir ke pipi.
Berkata, bukan. Bukan karena itu aku menangis!

aku bertanya sambil terpejam, dan merasakan
Angkasa mengangkatku

kulihat --
bulan sedang menyeka kakinya yang lemah
di tepi airmata
sambil bernyanyi
bernyanyi


2017
 

Comments

Popular posts from this blog

Bunga-bunga rumput yang mekar pada tanah tandus

Hakikat Pendidikan yang Sebenarnya: Sebuah Opini

Surat-Surat yang Kularung