Posts

Showing posts from November, 2016

Jingga

Aku menutup jendela perlahan, ketika lima puluh purnama muncul di pekaranganku, malam itu. Mereka mengunjungiku saat gigil pergi, membawa percik air untuk kuminum setegak demi setegak. Karena senja pergi membawa potongan puzzle yang terhampar di dipan, hujan malam ini hanya berupa fragmen rapuh. Rapuh seperti kabut yang bergeming, menjawab tanya lewat bisik-bisik magis -- hilang saat embun mulai menetes. Dan air-air yang bergerak mendatangiku, malam ini, adalah konstruksi khayal untuk sebuah keinginan yang tak sempat aku utarakan, padamu. Pada bintang-bintang yang bersujud dalam konstelasi warna kehilangan. Suara bisu yang bersenandung perlahan. 2016

Tari

Tari menari sambil terpejam Tari menari sambil berjinjit. Pada hentakan kelima, tangannya mengayun ke bawah, sampai pinggang. Kepalanya menoleh ke samping, menghadap satu titik khayal. Lampu sorot merinci garis-garis wajahnya. Angin diam di tempat ketika Tari membuka mata. Jiwa diam saat selendang Tari jatuh ke panggung. Tari dan Jiwa saling menatap ruang kosong di antaranya. Pelan-pelan, ruang itu bertepuk tangan. 2016

Penguin Adelie dan Kincir Angin

Image
Kegelisahan. Penguin Adelie mempunyai tingkah laku yang menarik ketika suatu populasinya tengah menghadapi suatu perairan yang belum pernah dijelajahi. Salah satu penguin tersebut akan melompat terlebih dahulu ke dalam air, dan anggota populasi lainnya akan menunggu -- apakah terdapat bahaya yang mengancam dari area baru tersebut. Apabila penguin yang terjun tersebut memunculkan kepalanya ke permukaan, maka itu adalah pertanda bahwa perairan tersebut aman untuk dijelajahi. Penguin Adelie lain akan ikut terjun, dan melanjutkan pencarian makanan. Dinamika populasi manusia tak jauh berbeda dengan sekumpulan spesies penguin tersebut, sebuah puncak evolusi yang pada awalnya terdampar pada sebuah tempat yang asing. Terjadi trial and error yang tak berhingga jumlahnya, sampai akhirnya spesies ini mengenal cara komunikasi yang efisien, yakni berupa bahasa dan tulisan. Altruisme adalah fenomena di mana individu dari suatu populasi mengorbankan dirinya (dalam bentuk apapun) demi sur

Tiga Buah Batu dan Sebuah Ketapel

Diri kita adalah episentrum dari realita, tetapi bagaimana dengan orang lain? Beberapa hal penting terjadi akhir-akhir ini. Dan, aku rasa memang perubahan adalah sesuatu yang konstan, lumrah untuk dialami terutama untuk waktu seperti ini. Dimulai dari getaran itu, kekalutan akan banyak hal, dan rencana-rencana yang tertinggal. Semuanya seakan terus berdenyut, meminta suara, meminta perhatian yang terus terlepas. Bagaimanapun juga, semua orang percaya bahwa permasalahan yang ditanggungnya adalah permasalahan yang paling pelik. Sama halnya ketika orang-orang beranggapan bahwa epos hidupnya adalah yang paling heroik, paling memiliki makna -- tetapi itu adalah sebuah kewajaran. Manusia dilahirkan dengan sejentik sifat narsistik. Karena hanya pengalaman kita-lah yang memiliki arti. Dunia adalah panggung dari pentas yang kita mainkan. Diri kita adalah episentrum dari realita. Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, sifat itu berkurang dengan sendirinya. Bukan, lebih tepatnya, k

Hal-Hal yang Tak Pernah Selesai

Yang bermasalah dari stereotipe/prasangka bukanlah dari ketidakbenarannya -- melainkan bahwa mereka tidak lengkap.  Tidak lengkap informasinya. Tidak lengkap sudut pandangnya. Boleh saja kita mempunyai suatu pendapat tentang satu hal, tetapi adalah sebuah kesalahan apabila pendapat tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dan hanya mengandalkan 'perasaan' saja. Bahwa sesungguhnya hal ini yang dapat menyimpangsiurkan kebenaran dan memupuk fitnah. Dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah mereka yang mengkoar-koarkan hal tersebut, mengkontaminasi pikiran orang lain dengan pembicaraan yang tidak jelas kebenarannya. Sesederhana membicarakan keburukan orang lain dan membuat orang lain mulai berpikiran sama dengan mereka. Sesederhana mengepost suatu hal pada media tentang sesuatu hal yang mereka tidak punya ilmu tentangnya. Memicu ide-ide dan opini negatif, ekstrimitas dari kutub-kutub yang ada, bukan menjunjung tinggi kebenaran yang sesungguhnya. Dari sini, sesungguhnya kita ditu