Jingga
Aku menutup jendela perlahan, ketika lima puluh purnama muncul di pekaranganku, malam itu. Mereka mengunjungiku saat gigil pergi, membawa percik air untuk kuminum setegak demi setegak. Karena senja pergi membawa potongan puzzle yang terhampar di dipan, hujan malam ini hanya berupa fragmen rapuh. Rapuh seperti kabut yang bergeming, menjawab tanya lewat bisik-bisik magis -- hilang saat embun mulai menetes. Dan air-air yang bergerak mendatangiku, malam ini, adalah konstruksi khayal untuk sebuah keinginan yang tak sempat aku utarakan, padamu. Pada bintang-bintang yang bersujud dalam konstelasi warna kehilangan. Suara bisu yang bersenandung perlahan. 2016