Membiasakan Hal yang Benar, Bukan Membenarkan Hal yang Biasa

Ada seorang insinyur yang sedang memperbaiki sebuah mobil untuk dinaiki. Mungkin agak kesulitan karena dikerjakan dengan seorang diri. Tapi katanya, mobil itu ingin menjadi desain yang paling baru. Jadi masih ada beberapa kelemahan di sana-sini.
Ketika rancangan tersebut hampir selesai, sang insinyur menelpon dosennya untuk minta tolong. Karena menurutnya ada hal penting yang hanya bisa dosennya lakukan untuk memperbaiki mobil itu.
Pagi itu insinyur dan keluarga baru ingin berjalan keluar ketika sang dosen datang. Sang dosen bilang.
“Wah, kok bisa seperti ini?” Sambil marah, sang dosen mempreteli desain baru mobil sang insinyur, dengan keluarganya masih berada di dalam mobil.
Insinyur pun bingung. Dia sadar bahwa mobilnya masih banyak kekurangan. Tetapi kenapa malah tidak ada yang diperbaiki? Memang sebelumnya sang insinyur belum berbicara apa-apa tentang rancangan mobil baru tersebut. Tetapi setelah lulus pun, dosen tersebut memang tak pernah menanyai setiap projek yg dirinya buat. (memang sewajarnya begitu kan? masa dosen tetap ngikutin)
Hari itu, insinyur hanya meminta tolong untuk suatu perbaikan yang menurutnya hanya dosen tersebut yg melakukannya. Tapi karena dosennya tak suka rancangannya dari awal, terpaksa desainnya juga ikut diubah. Tepat ketika keluarganya sedang berada di dalam mobil.
Sang Insinyur pun kalut. Mobil yang awalnya digunakan untuk mengantar keluarganya ke tujuan, malah harus mengalami kerusakan lagi karena ‘perbaikan’ yang terlalu berlebihan.
Sang Dosen kemudian meninggalkan mobil tersebut. Keluarga Insinyur yang di dalam mobil juga bingung. Padahal kepingin mengajak sang Dosen untuk sekadar minum teh di ruang tamu terlebih dahulu.
Muhammad Farhan Maulana
10414018
Anggota Biasa Himamikro ‘Archaea’ ITB

Comments

Popular posts from this blog

Bunga-bunga rumput yang mekar pada tanah tandus

Hakikat Pendidikan yang Sebenarnya: Sebuah Opini

Surat-Surat yang Kularung