What Have You Been Watching: Amelie (2001)

Casts: Audrey Tatou, Mathieu Kossovitz, Yolande Moreau
Directed by Jean-Pierre Jeunet
Written by Guillaume Laurant
Comedy, Romance, Fantasy, Drama
Rated R
115 minutes running time

'Amelie', film romcom Prancis yang dibintangi salah satu -- ehem -- wanita idaman saya yakni Audrey Tatou, mulai narik perhatian watchlist liburan lebaran ini dari forum Reddit di topik "Please list all of the greatest foreign movies!" yang cukup rame waktu itu. Dari jawabannya sih, didominasi film Iran kayak A Separation yang udah saya tonton (dan ternyata filmnya Oscar-winner banget) atau Children of Heaven, film China Kungfu Hustle, beberapa film Jepang dan yang terakhir dan tak kalah menarik adalah film-film... Prancis.

"Amelie Poulain, godmother of outcasts, Madonna of the unloved,
finally succumbs to exhaustion."
Amelie mungkin mempunyai masa kecil yang buruk, dimana Ayahnya yang seorang dokter mengira kalau Amelie mengidap kelainan jantung -- padahal itu hanya terjadi karena Ayahnya jarang memeluk atau menciumnya, dan reaksi saat diperiksa dengan stetoskop menjadi berlebihan. Ibunya adalah seorang guru yang turut mengajar Amelie homeschooling karena Ia takut kalau Amelie bertemu banyak orang dan penyakitnya kambuh. Hal ini membuat Amelie menjadi anak ansos, ngga tau pergaulan, tapi tetep imut dan imajinatif.

"A few days later, realizing she'd been had, Amelie gets her revenge."

Setelah Amelie ngeliat Ibunya mati gara-gara ketimpa orang yang lagi bunuh diri, Ia hidup sendiri dengan ayahnya yang terobsesi buat ngedekorasi tempat penyimpanan abu ibunya. Ia tumbuh menjadi wanita yang introverted, hidup di flat sederhana dan kerja menjadi pelayan di kafe kecil. Suatu hari, berita di TV tentang kematian Lady Di mengubah hidup Amelie sepenuhnya. Tutup botol yang dia pegang saat menonton berita jatuh karena Ia kaget, dan menyenggol sebuah keramik kamar mandi yang ternyata adalah sebuah tempat menyimpan sebuah kotak. Ia membuka kotak berkarat itu -- dan menemukan barang-barang usang peninggalan seorang cowok yang hidup di flat itu 40 tahun lalu. Dan dengan mencari siapa pemilik kotak itu, Amelie langsung punya ide: Ia akan terus coba membahagiakan orang lain di dunia ini -- tapi bukan dengan cara yang biasa, tapi dengan cara yang membuat dia juga bahagia dan makin menikmati hidup.

"Only the first man to discover Tutankhamen's tomb would understand how she felt
on finding this treasure hidden by a little boy 40 years ago."
Saya udah sering ngeliat film ini disebut-sebut orang di internet, atau di tempat rental DVD, dan banyak orang ngedefinisiin film ini sebagai film yang feel-good. Tapi baru saat nonton film ini beberapa menit aja, saya udah bilang setuju sama orang yang bilang begitu. Dibuka dengan narator yang menjelaskan apa yang terjadi dalam satu detik di sebuah kota eksentrik bernama Paris serta adegan sperma yang berjalan dan kelahiran Amelie, saya udah yakin pasti film ini sama eksentriknya.

"Ehem.... ya.... itu sendok."
Film ini juga ngasih tau deskripsi karakter yang dalem: Apa yang dia suka dan apa yang dia ngga suka dengan cara yang unik. Misal, Ayah Amelie, Raphael Poulain ngga suka celana renang ketat, tapi dia suka ngelupasin wallpaper dinding. Ibunya Amandine Poulain ngga suka jarinya yang keriput abis mandi, tapi dia suka kostum ice-skating di TV. Buat Amelie, dia ngga suka film Amerika pas pengendara mobil ngga ngeliat jalan, tapi dia suka masukkin jarinya di kantung yang penuh sama biji gandum; ngelempar batu di Canal St Martin; ngeliat muka orang-orang yang lagi nonton bioskop, atau ngitungin detil kecil kayak berapa orang yang lagi orgasme saat itu di Paris.

"Fifteen."
Tentu aja, niat baik yang Amelie pengen lakuin buat orang-orang ada berkah tersendiri buat Amelie -- Ia ketemu orang yang bisa bikin deg-degan selain ayahnya, yaitu cowok pendiam yang hobi ngumpulin foto-foto yang dibuang di photobooth dan dikumpulin dalam album foto yang tebel banget. Suatu hari, Amelie ngga sengaja nemuin album ini jatoh di stasiun. Ia pengen ngembaliin albumnya dan menyatakan cintanya yang berbunga-bunga bagai cahaya senja Paris ke orangnya, tapi gara-gara dia sendiri anak ansos dan belum pernah ketemu true-love dalam hidupnya -- Amelie malu setengah mampus.

"Jangan liat gue, jangan liat gue..."
Kalau dilihat baik-baik, screenplay yang jumpy dari Amelie dapat diimbangi dengan baik oleh si narator. Setiap scene-pun dirancang dengan warna pastel yang adem, dan merefleksikan kota Menara Eiffel yakni Pakhi dengan sempurna. Yang menjadi kelebihan dari film ini adalah detil yang dewa. Ada beberapa adegan sederhana yang membuat napas kehidupan Paris ini sangat terasa di film ini. Contohnya seperti relasi Amelie dengan pelukis tua di seberang flat-nya, stasiun besar yang sepi, keramaian pasar yang unik, atau pekerjaan si cowok idaman Amelie di toko video porno Prancis. Sang sutradara dapat menangkap senandung kota Paris ini dalam suatu film yang bahagia. Kita pun juga akan terpukau dengan kecerdasan Amelie menemukan cara out-of-the-box buat nolong seseorang, atau saat Ia kebingungan dan meleleh setelah bertemu pria idamannya di kafe tempat Ia bekerja.

"Meet me at The Twin Windmill, 16.00"
Secara overall, ini adalah macem film yang bikin lo bahagia di akhirnya, bikin lo ketawa cekikikan sendiri, dan bikin lo pengen nikah sama Audrey Tatou punya harapan hidup. Ngga banyak film yang bisa membawa atmosfer settingnya dengan begitu sempurna sampai meninggalkan kesan mendalam di hati kita (hiks) --Contohnya kayak Midnight In Paris, Before Sunrise, Before Sunset, dan tentunya film ini. Semua elemen film berjalan baik -- script, acting, screenplay, soundtrack, sampai rambut Audrey Tatou yang lembutnya kerasa sampe Indonesia. Credit buat Jean-Pierre Jeunet, yang udah bikin film yang ngehits sampe sekarang.


Bravo! 9.5 out of 10



2013

Comments

Popular posts from this blog

Bunga-bunga rumput yang mekar pada tanah tandus

Hakikat Pendidikan yang Sebenarnya: Sebuah Opini

Surat-Surat yang Kularung