Angin memeluk wajahmu: dan terbaca di sana, "Aku ingin singgah." Di negeri itu, atap-atap rumah berdengung seperti lumut. Dengan bunyi masing-masing berkecipak dan berlabuh dalam kantong waktu yang hening. Jalan menyusuri lidah gunung membukit terjal dengan potongan salju yang segar memutih. Aku terpaksa memandangmu lekat, dekat dengan kelopak matamu yang mungkin letih menyetir. Kulihat warna yang sudah pudar turun di sini, berbisik: "Kita sudah sampai, berhentilah." Sebentar, aku hanya ingin merenung, Apakah perjalanan kemarin yang kuhabiskan di jok depan -- melambaikan tangan ke kaca spion dan menatap layang-layang di atas lanskap putih, sementara dirimu terus menatap ke jalan depan mencari persimpangan bisa kau rangkum dalam odometer itu? dalam detik lampu lalu lintas kami saling menatap lama dalam diam. (s ementara lagu itu terus berputar, berjalan meninggalkan) 2016