Posts

Showing posts from May, 2016

Eudamonia

Apakah eudamonia untuk saya? Bagaimana cara saya mencapainya? Plato berbisik. Dunia ini hanyalah pantulan remang dalam gua yang gelap. 2016

Mohammad Abdus Salam: The First Muslim Nobel Laureate

Image
Mohammad Abdus Salam, 1987 Jadi, hari Rabu kemarin pada tanggal 25 Mei, saya dan beberapa teman mengikuti suatu kajian dari Hanif Djunaedy (Biologi 2014) tentang fenomena sedikitnya muslim yang meraih penghargaan Nobel. Terhitung sampai hari ini, baru tiga muslim yang pernah maju ke panggung dingin di Stockholm dan menerima penghargaan rekognisi akademis/kultur paling bergengsi yang diusung oleh Alfred Nobel. Mungkin, untuk memberikan segelintir konteks, saya akan menjelaskan salah satu profil dari ketiga muslim tersebut. Mohammad Abdus Salam mendapatkan penghargaan Nobel di bidang Fisika pada tahun 1979 mengenai kontribusinya pada teori  unified weak and electromagnetic interaction di antara partikel-partikel elementer. Pada pidato penerimaannya di Stockholm, Swedia, Abdus Salam membacakan penggalan sebuah ayat suci dari Surat Al-Mulk 3-4: "....(Dia) yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemu

Racau

Semakin ke sini, aku lihat manusia-manusia kian menjauh satu sama lain. Mencari musuh itu nomor satu. Membicarakan keburukan orang lain selalu jadi bumbu. Ingin merasa terlihat paling benar, tanpa cela. Menjauh dari hakikat diri, terus mencoba mengimitasi. Palsu. Dan orang-orang terus mengeluh. Ada yang sembunyi dibalik topeng, padahal Ia ingin dicari. Seharusnya menjadi manusia itu bagaimana? (sebagai introspeksi diri)

Potongan Lagu di Radio Mobil yang Tak Kunjung Selesai

Angin memeluk wajahmu: dan terbaca di sana, "Aku ingin singgah." Di negeri itu, atap-atap rumah berdengung seperti lumut. Dengan bunyi masing-masing berkecipak dan berlabuh dalam kantong waktu yang hening. Jalan menyusuri lidah gunung membukit terjal dengan potongan salju yang segar memutih. Aku terpaksa memandangmu lekat, dekat dengan kelopak matamu yang mungkin letih menyetir. Kulihat warna yang sudah pudar turun di sini, berbisik: "Kita sudah sampai, berhentilah." Sebentar, aku hanya ingin merenung, Apakah perjalanan kemarin yang kuhabiskan di jok depan -- melambaikan tangan ke kaca spion dan menatap layang-layang di atas lanskap putih, sementara dirimu terus menatap ke jalan depan mencari persimpangan bisa kau rangkum dalam odometer itu? dalam detik lampu lalu lintas kami saling menatap lama dalam diam. (s ementara lagu itu terus berputar, berjalan meninggalkan) 2016

Rendezvous

bagai kelam lampu dalam temaram gelap Sidoarjo aku singgah sebentar dalam rumah yang kau bangun malam tadi bertanya, "Apa yang membuatmu di sini?" katamu, "Langit. Langit yang berdiri tanpa kaki." Sesederhana itu, adalah ketika wangi hujan merasuk ke dalam kalbu ini. Membawa memori tentang kincir angin warna-warni, foto usang hitam-putih, dan awan rendah di puncak bukit. Karena kutahu, bahwa kebahagiaan paling indah adalah ketika kakimu berdiri pada tanah tempatmu lahir. Sambil bernapas lega di bawah cerah matahari. Angin bermain mengusik ujung pakaianmu. dan kau sengaja menoleh ke belakang menatapku yang masih mencaci waktu mengapa hanya kali ini? 2016