Ketupat Kuning di Gang Parut

Lihat, mobil-mobil datang terlambat,
seperti semut dari segala arah. Meski
rumah tersebut dapat dibilang sebagai
sarang kosong -- tanpa ratu, tanpa pekerja
tetapi dari satu hal yang mereka ketahui,
dapur itu tetap mengepul dengan baik.

Sebagai salah satu pengamat kucing
di pojok gang tersebut, banyak hal di
sekitar sana yang dapat ku telaah. Seperti
laju aroma kopi yang timbul, degradasi
kardus bekas lemari pendingin, atau bunyi
gemeletuk piring yang sedang dicuci.
Semuanya adalah simfoni yang saling mengisi,
walau terkadang ada nada sumbang yang
sengaja ditekan bersamaan.

Tetapi, pada malam ketika payung-payung itu
terbang, dan, hujan sengaja terlambat masuk
memberi isyarat, ada hal yang tetap terjaga selain
mata hitam dibalik pohon nangka itu.
Ada getar lemah yang membawa pesan singkat
ke dalam ponselmu. Ada senyum yang mengikat
erat bibir di persimpangan haru. Ada penyabar
yang mendoakan segera lekas letihmu itu.

Karena dalam satu hal penting itu, ada pelajaran di mana
kata-kata hanya berperan sebagai busana. Sementara
diam adalah jiwa.
Warna-warni laksa menyatu dalam sendok yang memeluk.
Kuning ketupat kontras dengan putih telur pada ufuk kelabu.

Diam yang kucinta adalah sesuap sendok pada bibir yang merah itu.


2016

Comments

Popular posts from this blog

Bunga-bunga rumput yang mekar pada tanah tandus

Hakikat Pendidikan yang Sebenarnya: Sebuah Opini

Surat-Surat yang Kularung